Trotoar

Bila kita perhatikan tinggi trotoar di jalan-jalan, seperti yang ada di ibu kota Jakarta, dari masa ke masa, kian lama kian tak manusiawi. Trotoar kita senantiasa bertambah tinggi.

Mencegah kendaraan bermotor menggunakan area trotoar atau penambahan lapisan aspal terus-menerus yang mengakibatkan bertambahnya ketinggian badan jalan, bukanlah suatu alasan yang bisa dibenarkan dalam meninggikan trotoar.

Pada awalnya, orang bepergian dengan berjalan kaki, kemudian mereka mengenal binatang untuk dikendarai atau untuk digunakan membawa beban, seperti kuda, keledai, unta, gajah. Kemudian pada peradaban yang lebih maju, dibuatlah kereta kuda, pedati, dan sebagainya.

Ketika memasuki zaman industrialisasi, mulailah dikenal kendaraan bermotor, di masa awal zaman ini pun area untuk para pedestrian (pejalan kaki) masih menjadi satu dengan kendaraan. Dengan meningkatnya kecepatan kendaraan, mulai sering terjadi korban kecelakaan di jalan-jalan akibat tertabrak oleh kendaraan bermotor. Maka untuk menjaga keselamatan bersama, kemudian dibuatlah peraturan berlalu-lintas di jalan dan seiring dengan itu mulailah dibuatkan area khusus untuk pedestrian, jalur pedestrian ini ditempatkan di sisi-sisi jalan.

Keamanan dan keselamatan para pedestrian ini kian lama kian ditingkatkan, sehingga kemudian dibuatlah pembedaan tinggi jalur pedestrian dengan jalur kendaraan, di mana jalur pedestrian dibuat lebih tinggi dari jalan, yang kemudian kita kenal dengan istilah trotoar (gili-gili).

Lebar trotoar yang dibuat diperhitungkan supaya minimal orang dapat berjalan berpapasan dengan leluasa, yakni selebar 5 kaki (five foot/feet) atau 150 cm.

Dari situlah konon kabarnya kemudian dikenal istilah kaki lima, yang selain untuk pedestrian, banyak juga digunakan oleh pedagang untuk berdagang, sehingga kemudian dikenal istilah pedagang kaki lima.

Sejalan dengan tujuan memberikan kenyamanan kepada pedestrian, lebar jalur pedestrian terus diperluas, termasuk lebar trotoar. Dari sisi keamanan, guna melindungi pedestrian, pada area trotoar yang bersisian dengan jalur kendaraan dapat ditanami dari rumput hingga pohon-pohon besar dan rindang. Pepohonan yang selain berfungsi untuk melindungi pedestrian dari kendaraan juga untuk memberikan keteduhan, di samping itu juga bisa berfungsi untuk membantu penanggulangan banjir.

Tinggi trotoar ideal adalah maksimum 15 cm dan pada daerah-daerah tertentu dapat dibuat lebih landai guna memudahkan orang untuk turun ke jalan, seperti pada lokasi-lokasi penyeberangan.  Sedangkan untuk membantu para difabel (penyandang cacat) di trotoar dapat dibuatkan penanda dengan tekstur yang berbeda.

Lubang saluran pembuangan pun dapat diperlebar atau diperbanyak jumlahnya untuk memudahkan air mengalir ke saluran air (drainase). Yang tentunya pada jalan-jalan utama hal ini juga harus didukung dengan saluran air yang besar, yang dapat dimasuki semacam dump truck untuk kemudahan pembersihan (maintenance). Atau bila perlu dibuat semacam deep tunnel sebagaimana yang ada di kota-kota besar lainnya di dunia.

Jadi pemerintah sebaiknya menghentikan kesalahan yang tengah dilakukannya dalam hal tinggi trotoar dan harus segera beralih dengan membuat trotoar yang berdasarkan pada standar manusia, dengan ketinggian yang manusiawi. Juga trotoar pun perlu dilengkapi dengan perabotnya (street furniture), seperti penerangan, tempat duduk, halte, tong sampah, telepon dan rambu-rambu.

Trotoar yang lega dan nyaman bagi pedestrian, membuat orang senang berjalan kaki.

29 Desember 2012 | samidirijono | arsitek |

Tidak ada komentar

Silakan isi komentar Anda di sini, jangan lupa sertakan nama atau e-mail

Diberdayakan oleh Blogger.