Ketika Kering Melanda

Musim kemarau menyebabkan kekeringan terjadi di berbagai daerah di nusantara. Sungai, situ, dan waduk mengering, petani pun sulit mendapatkan air, sehingga sawah ladang pun gersang tak bertanam. Petani pun berhenti bekerja, berharap akan datang guyuran air dari langit.

Pepohonan di daerah kantung-kantung (resapan) air habis ditebangi, juga penyebab kekeringan melanda di beberapa daerah, yang ketika hujan tiba terkadang berakibat banjir bandang.

Alam memang punya cara sendiri untuk mengingatkan kita, bersamaan dengan dia berproses menyeimbangkan diri, karena itu belajar dari alam dan manfaatkan alam dengan bijak.

Pendangkalan sungai, situ, dan waduk pun salah satu penyebab daya tampung air berkurang, yang di kala hujan menyebabkan sungai atau waduk meluap mengakibatkan banjir. Seperti yang pernah terjadi di Situ Gintung beberapa tahun yang lalu.

Saat kekeringan melanda sebetulnya adalah saat yang tepat untuk mengeruk sungai atau waduk. Jajaran pemerintah bisa memanfaatkan setiap masa kekeringan ini guna memperdalam dasar sungai atau waduk. Bisa dengan mempergunakan alat berat atau mendayagunakan tenaga warga sekitar.

Bila demikian, maka warga pun bisa bekerja secara berkelompok bergotong-royong mengerjakan pengerukan untuk mendapatkan penghasilan guna menyambung hidup.

Penghasilan didapat dari hasil penjualan tanah atau endapan yang terjadi, di mana hasil pengerukan bisa dijual kepada pihak-pihak yang memerlukan.

Warga sekitar mendapatkan penghasilan, pengusaha angkutan pun demikian, dan yang memerlukan urukan pun terpenuhi maksudnya. Roda perekonomian pun berputar.

Hanya saja perlu dijaga agar dapat memperkecil dampak kerusakan dan pencemaran yang terjadi akibat pelaksanaan pengerukan itu.

Pemerintah bisa mengatur dengan membagi-bagi segmen pada jarak tertentu, misal per 50 – 100 meter dengan kedalaman pengerukan 1 – 2 meter, mulai dari hulu ke hilir atau di titik-titik yang dilanda kekeringan. Bila perlu ikut mengoordinir mobilisasinya.

Untuk sungai kalau secara teknis, saat pengerjaan salah satunya mungkin dengan membagi sisi kiri dan kanan, tergantung situasi dan kondisi.

Pemerintah hanya mengatur, mengoordinir, dan mencatat, karena mengingat hal ini bisa saja harus dilanjutkan di musim kering tahun berikut atau secara periodik. Inilah yang disebut pemerintah melayani rakyatnya.

Sejalan dengan reformasi birokrasi untuk mengubah (mental birokrat) dari budaya menguasai menjadi budaya melayani masyarakat, seperti yang disampaikan oleh Eko Prasodjo, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam acara Sentilan-Sentilun di Metro TV, 3 September 2012.

Pemerintah mengatur agar rakyat dapat bekerja untuk menyambung hidup, karena ada atau tidak pekerjaan, aparat pemerintah tetap digaji, sedangkan masyarakat bila tidak bekerja tak berpenghasilan.

Jagalah alam maka dia akan menjagamu.


05 September 2012 | samidirijono | arsitek |

Tidak ada komentar

Silakan isi komentar Anda di sini, jangan lupa sertakan nama atau e-mail

Diberdayakan oleh Blogger.