Pejaten Raya dan Pejalan Kaki

Jumat siang, 15 Januari 2010, tanpa direncanakan sebelumnya tiba-tiba timbul keinginan untuk menikmati suasana berjalan kaki di daerah Pejaten, tepatnya di Jalan Pejaten Raya. Untuk sampai ke daerah ini bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum bus Transjakarta, mengambil rute Kuningan ke Ragunan dan turun di halte Pejaten, lalu dari situ kita tinggal berjalan kaki untuk memasuki jalan Pejaten Raya.
Seperti biasa, karena letak halte di median jalan maka untuk mencapai sisi jalan kita bisa berjalan kaki melalui ramp (jalur landai) yang terhubung dengan jembatan penyeberangan. Sesampai di sisi jalan kita tinggal berjalan ke arah selatan menyusuri trotoar yang ada ke arah perempatan dan seperti layaknya trotoar-trotoar lain yang ada di banyak tempat di Jakarta, trotoar di sini pun tidak terlalu lebar. Di ujung perempatan jalan, persis di sisi sudut seberang kiri jalan terlihat bangunan Mal Pejaten yang didominasi oleh warna merah. Trotoar ini berbelok ke kiri dan berakhir di sebuah jembatan di mana terdapat sebuah kali kecil di bawahnya. Akhir trotoar inilah penanda bahwa kita telah tiba di ujung jalan Pejaten Raya.

Sedangkan untuk berjalan di atas tanah pun kita tidak bisa nyaman, karena terdapat batang-batang pohon yang ditanam berjajar di sana dan tanah itu memang difungsikan untuk penanaman pohon peneduh yang berguna juga sebagai penguat paru-paru daerah setempat. Jadi pejalan kaki cukup kerepotan bila ingin nyaman berjalan di lingkungan seperti ini.


Apabila pemerintah daerah setempat bisa berinisiatif untuk memberi penutup riol (saluran pembuangan air) yang ada di tepi jalan itu, maka para pejalan kaki tentu akan merasa lebih aman dan lebih terjamin keselamatannya berjalan di daerah ini. Tentunya penutup ini tidak perlu dicor penuh di atas riol, tapi cukup dengan bis-bis beton dengan lebar dan panjang tertentu agar sewaktu-waktu masih dapat dibuka bila ingin melaksanakan pembersihan riol, sebagaimana yang dapat kita temui pada beberapa lokasi di jalan ini yang dibuat oleh para pemilik bangunan setempat.
Untuk area halte juga perlu ditata kembali, khususnya dalam hal penempatan pagar pembatas dan pal penanda wilayah agar masyarakat pengguna dapat menikmati fasilitas kota yang telah disediakan. Pelataran halte bisa sedikit diperlebar agar pal penanda wilayah bisa digeser dan diletakkan di sana, sehingga orang berjalan pun bisa lebih leluasa. Sedangkan untuk pagar, apa perlu ada pagar diletakkan di sana?
Pemerintah daerah dan pemerintah kota di Indonesia perlu mengubah kondisi seperti ini, dengan lebih mengedepankan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan pengguna jalan, bukan saja bagi pengendara kendaraan tapi juga bagi pejalan kaki. Pelaksanaannya bisa saja dilakukan sekaligus atau secara bertahap disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah masing-masing. Yang bila dilaksanakan secara bertahap harus ditentukan jadwal pelaksanaan dan target-target pencapaiannya, misalnya tahun ini dilaksanakan untuk sisi kiri jalan sepanjang 100 meter, tahun berikutnya 100 meter lagi, demikian hingga selesai. Rakyat senang, pemerintah pun senang.
Perjalanan pun berakhir setelah tiba tempat tujuan, yakni di kampus Next Academy. Pelajaran kali ini yang dapat dipetik adalah bahwa ternyata untuk berjalan kaki di Jalan Pejaten Raya ini membutuhkan keberanian ekstra lo!
| 23 Januari 2010 | samidirijono |
Leave a Comment