Tanah Air Beta


Alexandra Gottardo, wanita cantik pemain film Tanah Air Beta, saat wawancara dengan salah satu stasiun televisi swasta beberapa waktu yang lalu merasa sedih (terenyuh) melihat masyarakat dengan rumah yang dikatakannya antara lain hanya beratap jerami, dinding masih kayu, dan lantai masih tanah.

Tertegun rasa ini mendengar pernyataan itu. Ada benarnya bila rumah hanya berlantai tanah mungkin kurang nyaman, seperti bila hujan atau terkena air maka akan membuat kotor bagian tubuh terutama kaki kita, juga keberadaan binatang atau serangga sangat tidak terkontrol karena dengan mudah mereka bisa menggali tanah dan masuk.

Namun salahkah bila rumahmu hanya beratap jerami dan berdinding kayu? Di Amerika yang negara maju sekali pun--meski di sana mungkin tidak ada yang beratap jerami--banyak orang yang lebih suka tinggal di rumah berdinding kayu. Bahkan belakangan ini acap diberitakan Rumah Tomohon yang terbuat dari kayu itu banyak diminati oleh orang-orang di luar daerahnya hingga ke manca negara. Vila-vila dan tempat peristirahatan pun banyak yang beratapkan jerami, dapat kita jumpai di Bali atau daerah lainnya.

Apakah rumah itu harus berlantai granit atau marmer? Tidak juga, lantai rumah meskipun dari keramik, teraso, ubin PC (portland cement), atau bahkan berlantai kayu,atau dengan hanya berupa acian semen pun bukan berarti secara arsitektur rumah itu tidak baik, karena dengan begitu kebersihan dan kesehatan sudah lebih terjaga dibanding yang berlantai tanah saja.

Rumah beratap jerami atau rumbia pun bukan berarti salah, karena salah satu keunggulan rumah beratap seperti ini adalah atap itu lebih bisa bernapas guna menjaga kelembaban, hanya saja kelemahannya antara lain adalah mudah terbakar.

Sedangkan rumah berdinding kayu bahkan gedek (sulaman bambu) tetap akan menjadi baik dan sehat bila dirancang dengan betul, yakni dirancang dengan memperhatikan adanya bukaan untuk ventilasi udara, sinar matahari, pengorganisasian ruang, dan lain sebagainya.

Perlu dipahami bahwa rumah berbahan material kayu tentulah lebih bersahabat dengan alam bila dibandingkan dengan rumah tembok atau baja. Karena kayu lebih mudah diperbaharui (sustainable) dengan cara di setiap area yang ditebangi pohonnya haruslah diganti dan ditanami kembali minimal sebanyak jumlah pohon yang telah ditebang.

Kejadian ini mungkin akibat kesalah-kaprahan anggapan bahwa rumah kayu itu bukan rumah permanen, karena sesungguhnya rumah kayu itu rumah permanen juga bila memang telah direncanakan untuk dibangun dan ditempati dalam jangka waktu yang lama, meski dia tetap bisa digotong dan dipindahkan.

Sedangkan apa yang dikatakan oleh Alexandra seperti lebih dimaksudkan pada kenyataan kehidupan sesungguhnya dari kebanyakan rakyat kita yang memang miskin--yang kebetulan tinggal di rumah-rumah beratapkan jerami, berdinding kayu, dan berlantai tanah--sehingga dia tidak mampu untuk memperbaiki atau merancang rumahnya dengan benar karena untuk bisa hidup sehari-hari saja sudah hebat.

Tanggung jawab jajaran pemerintah dari pimpinan di tingkat atas hingga bawahlah guna membangun untuk kesejahteraan rakyat, mulailah dari meningkatkan kebaikan serta kesehatan lingkungan dan menyediakan pendidikan yang benar.

Dengan lingkungan dan rumah yang sehat, kesejahteraan pun meningkat.

| 20 Juni 2010 | samidirijono | arsitek |

1 komentar:

  1. nulis di sini aja deh, biar panjang, emang ngaruh ya mas? terus gmn cara ngilanginnya? ganggu bgt, kasian pembaca ku cie...

    BalasHapus

Silakan isi komentar Anda di sini, jangan lupa sertakan nama atau e-mail

Diberdayakan oleh Blogger.