Berutang ... Hobi Atau Kutukan?
Entah dari kapan hal ini bermula namun untuk soal yang satu ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan buruk rakyat negeri ini, bahkan ada yang berkomentar ini sudah jadi falsafah hidup bagi kebanyakan orang. Dari rakyat jelata hingga pejabat, dari rakyat miskin hingga konglomerat punya kebiasaan buruk, yakni berutang.
Negara kita ini pun punya utang yang sungguh luar biasa besar hingga mencapai ribuan triliun, entah kapan ini akan terlunasi, karena utang ini bukan semakin kecil tapi semakin membengkak dari tahun ke tahun dan sepertinya para penyelenggara negara pun tidak ambil peduli tentang hal ini. Mereka terus menciptakan utang-utang baru dengan menggadaikan apa pun yang bisa digadaikan, dengan menggunakan istilah obligasi, sukuk, dan lain sebagainya yang pada dasarnya adalah untuk utang!
Gali lubang tutup lubang menjadi istilah yang biasa kita dengar, namun sayangnya itu tidak berarti lubangnya selalu berukuran sama atau mengecil, yang kebanyakan terjadi justru lubang itu semakin dalam dan bertambah besar, bukan tidak mungkin lubang itu pada akhirnya untuk mengubur kita sendiri.
Apa penyebab ini semua?
Sepertinya tidak ada yang bisa menjelaskan dengan pasti. Entah karena management (pengelolaan) keuangan yang buruk atau karena kebiasaan cara hidup yang buruk, dalam pengertian pendapatan (uang) yang diperoleh bukan untuk ditabung atau untuk menambah modal usaha tapi lebih digunakan untuk kebutuhan konsumtif--membeli sesuatu yang tidak terlalu perlu--sehingga ketika diperlukan untuk kebutuhan yang sesungguhnya uang itu sudah tidak ada lagi, akhirnya berutang dan lalu lagi berutang.
Sebagai contoh, pada tingkat masyarakat bawah "penghasilan lebih diutamakan untuk membeli rokok daripada ditabung", pada tingkatan yang lebih tinggi "pendapatan bukannya dijadikan modal usaha tetapi lebih diutamakan untuk membeli kendaraan".
Kita harus mulai dan mau belajar bagaimana mempergunakan uang dengan cerdas atau kita tidak akan pernah bisa mengubah nasib.
Banyak di antara kawan dan sahabat yang punya usaha sendiri, bahkan sebagian lagi telah berbentuk badan usaha resmi. Namun akibat management (pengelolaan) keuangan yang buruk, maka usaha yang dimiliki tidak kunjung maju, salah satu penyebab adalah justru karena penghasilan usaha yang didapat cukup besar mengakibatkan ia tidak mampu menahan diri dalam menghadapi kebutuhan yang seharusnya masih bisa ditunda untuk sementara waktu.
Belajar dari pengalaman orang lain.
Salah satu cara jitu belajar mengelola uang adalah memisahkan uang pribadi dengan uang untuk usaha. Bagi yang membuka usaha pribadi pun prinsip ini harus bisa dipegang. Jadi dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara belajar menggaji diri sendiri, ya sekali pun usaha itu adalah usaha milik sendiri tetap saja harus dipisahkan antara uang usaha dengan uang pribadi.
Bung Karno pernah mengingatkan kita agar jangan menjadi bangsa kuli. Seperti apakah bangsa kuli? Salah satu kebiasaan buruk kuli adalah berutang.
| 10 Mei 2010 | samidirijono | arsitek |
(foto hasil rekayasa, sumber internet)
Negara kita ini pun punya utang yang sungguh luar biasa besar hingga mencapai ribuan triliun, entah kapan ini akan terlunasi, karena utang ini bukan semakin kecil tapi semakin membengkak dari tahun ke tahun dan sepertinya para penyelenggara negara pun tidak ambil peduli tentang hal ini. Mereka terus menciptakan utang-utang baru dengan menggadaikan apa pun yang bisa digadaikan, dengan menggunakan istilah obligasi, sukuk, dan lain sebagainya yang pada dasarnya adalah untuk utang!
Gali lubang tutup lubang menjadi istilah yang biasa kita dengar, namun sayangnya itu tidak berarti lubangnya selalu berukuran sama atau mengecil, yang kebanyakan terjadi justru lubang itu semakin dalam dan bertambah besar, bukan tidak mungkin lubang itu pada akhirnya untuk mengubur kita sendiri.
Apa penyebab ini semua?
Sepertinya tidak ada yang bisa menjelaskan dengan pasti. Entah karena management (pengelolaan) keuangan yang buruk atau karena kebiasaan cara hidup yang buruk, dalam pengertian pendapatan (uang) yang diperoleh bukan untuk ditabung atau untuk menambah modal usaha tapi lebih digunakan untuk kebutuhan konsumtif--membeli sesuatu yang tidak terlalu perlu--sehingga ketika diperlukan untuk kebutuhan yang sesungguhnya uang itu sudah tidak ada lagi, akhirnya berutang dan lalu lagi berutang.
Sebagai contoh, pada tingkat masyarakat bawah "penghasilan lebih diutamakan untuk membeli rokok daripada ditabung", pada tingkatan yang lebih tinggi "pendapatan bukannya dijadikan modal usaha tetapi lebih diutamakan untuk membeli kendaraan".
Kita harus mulai dan mau belajar bagaimana mempergunakan uang dengan cerdas atau kita tidak akan pernah bisa mengubah nasib.
Banyak di antara kawan dan sahabat yang punya usaha sendiri, bahkan sebagian lagi telah berbentuk badan usaha resmi. Namun akibat management (pengelolaan) keuangan yang buruk, maka usaha yang dimiliki tidak kunjung maju, salah satu penyebab adalah justru karena penghasilan usaha yang didapat cukup besar mengakibatkan ia tidak mampu menahan diri dalam menghadapi kebutuhan yang seharusnya masih bisa ditunda untuk sementara waktu.
Belajar dari pengalaman orang lain.
Salah satu cara jitu belajar mengelola uang adalah memisahkan uang pribadi dengan uang untuk usaha. Bagi yang membuka usaha pribadi pun prinsip ini harus bisa dipegang. Jadi dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara belajar menggaji diri sendiri, ya sekali pun usaha itu adalah usaha milik sendiri tetap saja harus dipisahkan antara uang usaha dengan uang pribadi.
Bung Karno pernah mengingatkan kita agar jangan menjadi bangsa kuli. Seperti apakah bangsa kuli? Salah satu kebiasaan buruk kuli adalah berutang.
| 10 Mei 2010 | samidirijono | arsitek |
(foto hasil rekayasa, sumber internet)
Leave a Comment